Secara
harfiah, bottleneck mengacu pada bagian atas botol minuman yang sempit. Di bidang teknik, ini mengacu pada
fenomena dimana kinerja atau kapasitas keseluruhan sistem dibatasi oleh satu
atau beberapa komponen atau sumber daya. Misalnya, suatu kartu grafis seharga
puluhan juta tidak akan bekerja secara maksimal jika berjalan bersama sebuah
processor yang tergolong dalam kategori processor murah, processor tersebut
tidak mampu mengangkat performa sang kartu grafis karena ketimpangan
spesifikasi yang mereka miliki.
Sebagai seorang Nabi akhir zaman, Nabi
Muhammad SAW diutus sebagai seorang manusia yang memiliki kesempurnaan akal dan
akhlak. Kesempurnaan ilmu beliau juga terekam dalam hadist-hadist yang
diriwayakan. Mulai dari keteladanan sempurna dalam ibadah, keahlian
berstrategi, hingga kemampuan dakwah yang mampu
merubah suatu peradaban dalam waktu singkat.
Semua
kemuliaan dan keluasan ilmu beliau selam 23 tahun berdakwah terekam dalam
jutaan hadist yang dikumpulkan dan ditulis oleh para ulama. Dalam suatu
ungkapan yang populer disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW diibaratkan sebagai
kota ilmu dan Sayyidina Ali adalah pintunya. Sayyidina Ali sendiri dikenal di
kalangan para sahabat sebagai orang yang memiliki keluasan ilmu dan akhlak
mulia.
Hal ini tidak terlepas dari didikan yang
beliau peroleh dari Nabi sejak masa kecilnya sebagaimana diungkapkan oleh
beliau. “Dan telah kalian ketahui tempatku di sisi Rasulullah SAW dengan
kekerabatanku yang amat dekat dan kedudukanku yang khusus. Beliau meletakkan
aku di pangkuannya ketika aku masih seorang bocah. Didekapnya aku di dadanya,
dipeluknya aku di pembaringannya, disentuhnya aku dengan tubuhnya dan
diciumkannya aku harum aromanya. Dakalanya beliau mengunyah sesuatu lalu
disuapkannya di mulutku. Tiada pernah ia mendapatiku berdusta dalam suatu
ucapan atau gegabah dalam suatu perbuatan. Sejak masa kecilnya, Allah SWT telah
menyertakan dengannya malaikatNya yang termulia, agar menunjukkan kepadanya
jalan keluhuran pekerti serta kemuliaan akhlak, di siang hari maupun malam
harinya. Aku pun mengikutinya kemana beliau pergi, bagai anak unta setia
mengikuti ibunya. Tiap hari ia mengajariku tambahan pengetahuan dari akhlaknya
dan memerintahkan aku agar mencontohnya. Di hari-hari tertentu setiap tahunnya
ia menyingkir menyendiri di gua hira, dan aku melihatnya sementara tidak
seorang pun melihatnya selain aku. Pada saat itu tak ada satu pun rumah tangga
yang terikat dalam Islam selain Rasulullah dan Khadijah serta aku. Dan aku pun
menyaksikan sinar wahyu dan kerasulan, menghirup pula semerbaknya kenabian.
Sungguh diriku ini dari suatu kaum yang, di jalan Allah, Tidak peduli siapa
saja yang ingin mengecam. Tanda-tanda kaum yang tulus tampak di wajah mereka.
Ucapan-ucapan mereka sesuai dengan kemuliaan perbuatannya. Malam hari diisi
dengan renungan dan ibadah. Adapun siang hari, mereka adalah mercusuar bagi
para pencari hidayah. Berpegang erat-erat dengan “Tali” Al-Quran. Menghidupkan sunnah-sunnah Allah dan
Rasul-Nya. Tidak pernah menyombongkan diri atau meninggikan hati, mengkhiatnati
amanat atau merusak di atas bumi. Jiwa-jiwa mereka di surga dan tubuh-tubuh
mereka dalam amal kebajikan”
Maka tidak mengherankan kalau
Sayyidina Ali mewarisi begitu banyak ilmu dari Nabi Muhammad SAW, apalagi
Sayyidina Ali merupakan orang yang menikahi putri tercinta Nabi yaitu Fatimah.
Sosoknya begitu dikagumi oleh kawan maupun lawan, dalam suatu riwayat disebutkan
bahwa seorang Muawiyah ibn Abi Sufyan yang semasa hidupnya merupakan rival
politik Ali sampai menangis ketika mendengar kabar tentang meninggalnya Ali.
Namun, sedemikian luasnya ilmu yang dimiliki oleh Sayyidina Ali jika
dibandingkan dengan keilmuan yang dimiliki oleh Nabi Muhammad SAW tentu sangat
jauh. Kalau kita mengambil salah satu
perbandingan yang populer disebutkan Nabi sebagai kota ilmu dan Ali
merupakan pintunya. dari sini saja bisa
sedikit terbayang betapa jauhnya kelebihhan ilmu Nabi Muhammad SAW dibandingkan
para sahabatnya. Padahal jika dilihat dari segi keilmuan, Ali merupakan salah
satu sahabat yang terbaik dalam hal kecerdasan. Jika mengambil istilah ilkom,
terjadi bottleneck antara keilmuan Nabi dengan keilmuan para Sahabatnya.
Maka tidak mengherankan, pasca
meninggalnya Rasulullah. Estafet keilmuan tidak jatuh ke pangkuan satu atau dua
sahabat saja. Akan tetapi ke sekian banyak sahabat yang masing-masing memiliki
kapasitas keilmuan yang berbeda-beda. Orang banyak merujuk kepada Abdullah ibn
Abbas dalam hal penafsiran Al-Quran, orang merujuk kepada Ibu Aisyah dalam hal
yang berkaitan dengan kehidupan Rasulullah di dalam rumah, orang merujuk kepada
Ali dalam hal-hal yang berkaitan dengan akhlak, dan masih banyak lagi
sahabat-sahabat yang menjadi rujukan dalam bidang ilmu pasca meninggalnya Nabi
Muhammad SAW.
Bottleneck keilmuan tidak hanya
terjadi antara Rasulullah dengan para sahabatnya tetapi terjadi juga antara
ulama dengan murid-muridnya. Hubungan antara para ulama dengan murid-muridnya
sendiri seringkali digambarkan bagai hubungan antara Nabi dengan para
sahabatnya. Memang kadang dalam beberapa contoh banyak ditemukan tentang
seorang murid yang memiliki kualitas melebihi gurunya. Namun dalam banyak
perkara, seringkali kualitas diri yang dimiliki oleh sang murid masih dibawah
gurunya sehingga tidak semua ilmu mampu ditransfer dengan baik kepada generasi
setelahnya.
Kondisi akan krisis ilmu ini pun
sudah pernah diisyaratkan oleh Nabi dalam hadist: “Sesungguhnya Allah tidak mencabut
ilmu secara tiba-tiba dari tengah manusia, tapi Allah mencabut ilmu dengan
dicabutnya nyawa para ulama. Hingga ketika tidak tersisa satu pun dari ulama,
orang-orang menjadikan orang-orang bodoh untuk menjadi pemimpin. Ketika
orang-orang bodoh itu ditanya tentang masalah agama mereka berfatwa tanpa ilmu,
akhirnya mereka sesat dan menyesatkan”[1] . Dari hadist ini didapat sedikit gambaran
bahwa semakin jauh masa pasca wafatnya Rasulullah, maka semakin sedikit pula
orang-orang yang mampu mewarisi ilmu-ilmu yang dimiliki oleh para ulama. Para
ulama mungkin memiliki banyak murid ketika mereka mengajarkan ilmu, namun pada
proses transfer ilmu dari guru ke murid lah yang seringkali terjadi ketidakberesan.
Dalam era teknologi informasi
seperti sekarang ini, seringkali terjadi pertikaian antara satu kelompok muslim
dengan kelompok lainnya. Para Ulama dari masing-masing kelompok saling
men’tahdzir’ Ulama yang berasal dari luar kelompoknya, hal ini makin diperparah
oleh kefanatikan berlebihan yang dilakukan oleh para pengikutnya. Setidaknya
mereka menyandarkan pembenaran atas sifat buruknya pada 2 hadist.
Hadist pertama tentang terpecahnya
umat Islam menjadi 73 golongan. Dalam hadist ini memang disebutkan bahwa
diantara sekian banyak golongan hanya satu, akan tetapi Nabi juga tidak
menyebutkan bahwa golongan selain yang selamat dikategorikan sebagai kafir.
Banyak ulama yang menjelaskan bahwa golongan-golongan tersebut tidak kafir akan
tetapi di neraka untuk dicuci dari dosa-dosa yang diperbuatnya. Maka tidak
tepat jika hadist ini digunakan untuk melegitimasi kelompoknya sebagai yang
paling benar dan yang lain adalah kafir.
Hadist kedua tentang Ulama adalah
pewaris Nabi[2],
hadist ini seringkali digunakan oleh orang-orang yang fanatik buta terhadap
ulamanya ataupun oleh ulama-ulama yang dirinya telah dipengaruhi oleh rasa
kesombongan. Ya, para
ulama memang ahli waris para nabi, khususnya dalam hal menyampaikan konten
segala perintah dan larangan dari Allah SWT. Bedanya, para nabi langsung
meneriwa wahyu dari Allah secara instan, sedangkan para ulama itu tidak
menerima wahyu langsung dari Allah SWT. Oleh karena itu untuk menjadi ulama ada
proses panjang, Maka tidak ada orang yang ketika lahir tiba-tiba jadi ulama.
Redaksi yang digunakan dalam hadist inipun menggunakan kata ‘mewarisi’, hal ini
mengisyarakatkan bahwa keilmuan Rasulullah dibagi kepada sekian banyak ulama
yang ada pada saat ini, karena dalam waris sendiri dikenal berbagai pembagian
jatah mulai dari ½ sampai 1/8 . Lantas bagaimana mungkin seseorang bisa
menggunakan hadist ini untuk menyombongkan ilmunya seakan ia mendapatkan
ashobah?
Oleh karena itu, sebagai umat
Rasulullah yang hidup jauh setelah Rasulullah wafat. Kita perlu menyadari bahwa
Ilmu Rasulullah telah diwariskan kepada jutaan ulama yang ada di bumi. Adanya
bottleneck keilmuan antara satu dengan yang lain juga seharusnya menyadarkan
kita agar membuka diri untuk belajar dari banyak sumber dan tidak menerima
mentah-mentah dari satu sumber yang disukai saja
Komentar
Posting Komentar